Nama
: Tiopan Antonio
Kelas
: 3SA03
Npm
: 17612397
Sejarah
Jurnalistik Dunia
Sejarah jurnalistik di
mulai pada masa Romawi kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44 SM).
Pada waktu itu, ada acta diurna berisi hasil uji coba semua, peraturan baru,
keputusan senat dan informasi penting lainnya yang dipasang di pusat kota yang
disebut Stadion Romawi atau "Forum Romanum".
Surat kabar pertama diterbitkan di Cina pada tahun
911, Pau Kin. Koran ini dimiliki oleh pemerintah ketika masa Kaisar Quang Soo.
Tidak berbeda dalam Age of Caesar, Kin Pau mengandung berita keputusan,
pertimbangan dan informasi lain dari Istana. Pindah ke Jerman, tahun 1609,
penerbitan surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618,
surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat
kabar pertama di Inggris diterbitkan pada 1662 bernama
Oxford Gazette (later the London) dan diterbitkan terus
menerus sejak pertama kali muncul. Surat kabar pertama di Perancis,
the Gazette de France, didirikan pada tahun 1632 oleh raja Theophrastus
Renaudot (1.586-1.653), dengan perlindungan Louis XIII. Semua surat kabar yang
terkena sensor prepublication, dan menjabat sebagai instrumen propaganda untuk
monarki.
Industri surat kabar mulai menunjukkan kemajuan yang
luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika
memasuki masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan
adanya mesin cetak tenaga uap, yang bisa meningkatkan kinerja untuk memenuhi
permintaan publik akan berita.
Pada pertengahan 1800-an bisnis berita mulai
berkembang. Organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai
berita dan tulisan didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan
majalah. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat
pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu
daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai
wilayah. Kantor berita yang masih beroperasi hingga hari ini antara lain
Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis).
Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah
Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran
headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph
Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas
jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan
judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu “meningkatkan
penjualan!”.
Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran
jurnalisme sebagai profesi.
Organisasi
profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh
wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme
pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian
melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat
dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme professional.
Penemuan Mesin Cetak
Johannes Gensfleisch zur Laden zum
Gutenbergadalah seorang pandai logam dan pencipta berkebangsaan Jerman yang
memperoleh ketenaran berkat sumbangannya di bidang teknologi percetakan.
Gutenberg (1398- 3 Februari 1468) Tradisi menamainya sebagi pencipta movable
type di Eropa, suatu perbaikan sistem pencetakan blok yang sudah digunakan di
wilayah tersebut.
Karya utamanya, Alkitab Gutenberg (juga
dikenal sebagai Alkitab 42 baris), telah diakui memiliki estetika dan kualitas
teknikal yang tinggi. Gutenberg juga diakui karena memperkenalkan tinta berbasis
minyak yang lebih tahan lama dibandingkan tinta berbasis air yang dulu
dipergunakan. Sebagai bahan percetakan dia menggunakan naskah yang terbuat dari
kulit binatang dan kertas, yang terakhir diperkenalkan di Eropa dari Cina
dengan menggunakan cara orang Arab beberapa abad yang lalu.
Masa muda
Gutenberg lahir di kota Mainz, Jerman, sebagai
putra bungsu dari pedagang kelas atas Friele Gensfleisch zur Laden, dari istri
keduanya, Else Wyrich. Menurut beberapa laporan Friele adalah seorang tukang
emas untuk uskup di Mainz, namun kemungkinan besar ia juga melakukan
perdagangan kain sebagai sumber penghasilannya. Tahun kelahiran Gutenberg tidak
diketahui persis namun kemungkinan besar sekitar 1398.
Ia menerima latihan awal sebagai seorang
tukang emas. Pada tahun 1411, terjadi pemberontakan di Mainz, sehingga dia
harus pindah ke Strasbourg dan tinggal di sana selama 20 tahun. Di Strasbourg,
beliau menyambung hidupnya dengan membuat barang yang terbuat logam. Gutenberg
menghasilkan hiasan kecil bercermin untuk dijual kepada peziarah agama Kristen.
Dia kemudiannya pulang ke Mainz dan bekerja sebagai seorang tukang emas.
Penemuan percetakan
|
Mesin Cetak karya Gutenberg (ilustrasi)
|
Gutenberg bukanlah penemu yang
pertama, hal ini terbukti dengan adanya bentuk pencetakan yang sangat sederhana
yang dapat ditemukan di Cina dan Korea sekitar tahun 175 AD. Tampilan yang
terbalik di atas kayu, dan kemudian perunggu telah dibuat pada tahun ini. Alat
ini kemudian dibubuhi tinta kemudian ditempatkan di atas secarik kertas dan
digosok dengan lembut menggunakan sebuah tongkat bambu.
Terobosan besar datang sekitar tahun 1440 oleh
Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman. Gutenberg menciptakan sebuah metode
pengecoran potongan-potongan huruf di atas campuran logam yang terbuat dari
timah. Potongan-potongan ini dapat ditekankan ke atas halaman berteks untuk
percetakan. Metode penemuan pencetakan oleh Gutenberg secara keseluruhan
bergantung kepada beberapa elemennya diatas penggabungan beberapa teknologi
dari Asia Timur seperti kertas, pencetakan dari balok kayu dan mungkin
pencetakan yang dapat dipindahkan, ciptaan Bi Shen, ditambah dengan permintaan
yang meningkat dari masyarakat Eropa untuk pengurangan harga buku-buku yang
terbuat dari kertas. Metode pengetikan ini bertahan selama sekitar 500 tahun.
Karya Johannes Gutenberg dalam mesin cetak di
mulai sekitar 1436 ketika dia sedang bekerja sama dengan Andreas Dritzehan,
seseorang yang pernah dibimbing oleh Gutenberg dalam pemotongan batu permata,
dan Andreas Heilmann, pemilik pabrik kertas. Tetapi rekor resmi itu baru muncul
pada tahun 1439 ketika ada gugatan hukum melawan Gutenberg; saksi-saksi yang
ada membicarakan mengenai cetakan Gutenberg, inventaris logam (termasuk timah),
dan cetakan ketikannya.
Ide Gutenberg yang terpenting tercetus ketika
dia bekerja sebagai tukang emas di Mainz. Dia mendapat ide untuk menghasilkan
surat pengampunan dengan membentuk kop huruf untuk mencetak surat pengampunan
dengan banyak agar dia mendapat banyak uang untuk membayar hutang-hutangnya
ketika dia bekerja sebagai tukang logam dahulu. Waktu itu, buku dan surat
ditulis dengan tulisan aksara latin dengan tangan dan mengandung banyak
kesalahan ketika penyalinan, juga kekurangannya selain itu ialah lambat.
Oleh karena itu, Gutenberg pertama kalinya
membuat acuan huruf logam dengan menggunakan timah hitam untuk membentuk
tulisan aksara latin . Pada mulanya, Gutenberg terpaksa membuat hampir 300
bentuk huruf untuk meniru bentuk tulisan tangan yang berbentuk
tegak-bersambung. Setelah itu, Gutenberg membuatkan untuk mereka mesin cetak
yang bergerak untuk mencetak. Mesin cetak bergerak inilah sumbangan terbesar
Gutenberg. Setelah menyempurnakan mesin cetak bergeraknya, Gutenberg mencetak
beribu-ribu surat pengampunan yang disalah gunakan oleh Gereja Katolik untuk
mendapatkan uang. Penyalah-gunaan ini merupakan puncak timbulnya bantahan
daripada sebagian pihak seperti Martin Luther.
Pencetakan Alkitab
Pada tahun 1452, Gutenberg mendapatkan pinjaman
uang dari Johann Fust untuk memulakan proyek pencetakan Alkitab yang terkenal.
Namun, Gutenberg telah dipecat dari pengurusan percetakan Alkitab itu sebelum
dia disiapkan sepenuhnya disebabkan Gutenberg dituduh mencetak surat
pengampunan, kalender dan buku bacaan ringan sebagai pengisi waktu luang.
Bagaimanapun Alkitab yang dihasilkan masih dikenal sebagai Alkitab Gutenberg
yang mengandung 42 baris setiap halaman disiapkan yang pada 15 Agustus 1456 dan
dianggap sebagai buku bercetak tertua di dunia barat.
Dua ratus jilid salinan Alkitab Gutenberg
telah dicetak, sebagian kecilnya (lebih kurang 50) dicetak di atas kulit lembu
muda. Alkitab Gutenberg yang cantik dan mahal itu dijual dengan harga tiga
tahun gaji seorang kuli biasa. Buku itu dijual di Pameran Buku Franfurt pada
tahun 1456. Secara kasar, hampir seperempat Bible Gutenberg masih terawat
sampai sekarang.
Penemuan dan kontribusi lain
Selain menjadi ahli dalam bidang percetakan,
Gutenberg juga menciptakan bahan sampingan percetakan seperti tinta dan cetakan
huruf. Tinta yang digunakan terbuat dari campuran minyak, tembaga, dan timah
hitam yang masih bagus warnanya. Tinta itu adalah bentuknya lain daripada tinta
untuk menulis biasa karena tinta percetakan lebih pekat dan lebih lengket.
Gutenberg juga telah menyempurnakan campuran logam untuk membentuk cetakan
huruf dengan gabungan timah hitam, antimon dan timah yang masih baru digunakan
hingga abad ke 20.
Gutenberg juga dipercayai untuk bekerja yang
tugasnya ialah menyiapkan Ensiklopedia Catholicon of Johannes de Janua, setebal
748 halaman dengan 2 ruangan setiap halaman dan 66 baris setiap satu ruangan.
Pada akhir hayatnya dia diterima sebagai pengiring kepada uskup besar Mainz.
Majalah Life menganggap Mesin Cetak adalah
penemuan yang paling luar biasa pada 1000 tahun terakhir. Penting untuk
disadari bahwa abjad mungkin merupakan kunci keberhasilan mesin cetak.
Kematian
Pada tahun 1468 Gutenberg meninggal karena
Serangan Jantung, dan dimakamkan di gereja Franciscan, Mainz.
Penemuan Kertas
sekitar 2.200SM, orang
Mesir kuno menemukan sejenis buluh yang disebut papyrus (lontar) yang ternyata
dapat dipergunakan untuk media tulis yang lebih stabil dan dapat diandalkan.
Meskipun penggunaan papyrus
menyebar jauh di luar Mesir, kulit binatang juga masih banyak digunakan sebagai
media untuk menyampaikan pesan tertulis. Kulit sapi, kambing dan domba dicuci
dan direntangkan pada bingkai dan dilapisi dengan kapur berbentuk pasta yang
membantu menghilangkan lemak dan bulu. Sesudah kering, permukaan dihaluskan
dengan menggosok memakai batu. Bahan yang sudah siap disebut perkamen dan
digunakan secara luas diseluruh Eropa sejak 170 SM. Perkamen yang berkualitas
tinggi sangat langka sehingga harus diperlakukan secara halus dan sering digunakan
lebih dari sekali.
Media tulis awal ini memainkan peranan yang sangat penting
dalam perkembangan kebudayaan manusia tetapi memang kurang praktis. Hal ini
berubah sejak Tsai Lun pada th 250 SM memulai percobaannya dan memperkenalkan
kertas ke dunia.
Pada abad kedua, pembuat Pada abad kedua, pembuat kertas di
Cina menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian
dalam dari pohon Mulberry pada suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu
yang berlubang dan dicampur dengan air. Dengan menggunakan palu atau alat
pemukul lain, potongan kayu tersebut ditumbuk sehingga menjadi bubur berserat
yang dalam istilah sekarang disebut sebagai 'pulp'. Pulp tersebut kemudian
dituangkan kedalam cetakan yang dangkal yang sebelumnya dilapisi dengan kain
berbentuk seperti saringan. Kemudian cetakan ini dijemur di bawah sinar matahari
dan ketika air telah menguap, maka hanya serat selulose yang tinggal dalam
cetakan. Selanjutnya kertas diangkat dari cetakan tersebut. Ini adalah bentuk
yang primitif dari kertas.
Pada abad ke 13, teknologi pembuatan kertas
telah merambah Spanyol, tetapi masih membutuhkan 300 tahun lagi baru teknologi
tersebut menyebar ke Perancis, Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik
kertas Inggris yang pertama kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada th
1490. Di negara-negara Eropa, saringan kawat yang halus menggantikan fungsi
kain saringan dan serat linen menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat
sulit diperoleh di daratan Eropa.
Masalah yang dihadapi dalam pembuatan kertas
secara manual ialah produktifitasnya yang sangat rendah dan memakan waktu yang
lama. Pada abad pertengahan, semua buku dicopy dengan tangan, kebanyakan
dilakukan di atas perkamen dan dilakukan oleh pemuka agama yang mempunyai
kemampuan baca tulis di atas rakyat biasa. Mesin cetak yang diciptakan pada
abad ke 15 membawa perubahan yang amat besar di bidang komunikasi. Untuk
pertama kalinya, buku dapat diproduksi secara massal. Untuk itu dibutuhkan
kertas murah dalam jumlah yang banyak menggantikan perkamen yang mahal.
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini,
pembuat kertas dituntut untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi
tidak terlihat adanya terobosan yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu
ketika Nicholas Luis Robert, dari Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin
yang menggunakan belt kawat mesh yang bergerak menggantikan fungsi cetakan
kertas sehingga dapat dihasilkan kertas secara kontinyu dan dalam jumlah besar.
Mesin yang dibangun oleh Robert kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di
sana pada th 1801 oleh Henry Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.
Penerbitan
Koran pertama di Amerika
· The Penny
Press :
Perkembangan teknologi percetakan telah mengakibatkan
proses percetakan semakin cepat, sehingga surat kabar semakin memasyarakat
karena harganya murah
· Newspaper
Barons
Pada akhir abad 19, surat kabar di Amerika mengalami
kejayaan karena surat kabar melakukan promosi yang sangat agresif.
· Yellow
Journalism
Surat kabar di Amerika pada akhir abad 19 menjadi
bisnis besar, karena sirkulasinya yang semakin besar dan banyak persaingan
antarpenerbit surat kabar.
· Jazz
Journalism
Tahun 1919 terbit surat kabar New
York Daily News yang ukurannya lebih kecil, banyak menggunakan foto
terutama pada halaman pertama, dan menampilkan satu atau dua headline, serta
menekankan unsur sex dan sensasi.
Surat kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat,
dengan nama “Public Occurrenses Both Foreign and Domestick” di tahun 1690.
Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan
Inggris. Akan tetapi baru saja terbit sekali, sudah dibredel. Bukan karena
beritanya menentang pemerintah, tetapi hanya karena dia tidak mempunyai izin
terbit. Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus
mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan
para pejabat agama. Mereka takut mesin-mesin cetak tersebut akan menyebarkan
berita-berita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu
dikontrol ketat.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan setelah negara
Amerika Serikat berdiri. Saat itu, surat kabar itupun tidak sama seperti surat
kabar yang kita miliki sekarang. Saat itu surat kabar dikelola dalam abad
kegelapan dalam jurnalisme. Sebab surat kabar telah jatuh ke tangan partai
politik yang saling bertentangan. Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat
berita secara objektif., kecuali untuk menjatuhkan terhadap satu sama lainnya.
Washington dan Jefferson dituduh sebagai penjahat terbesar oleh koran-koran
dari lawan partainya.
Presiden John Adams membreidel koran ”The New
Republik”. Selama koran tetap dikuasai oleh para anggota partai politik saja,
maka tidak banyak yang bisa diharapkan.
Kemudian kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia
persurat kabaran. James Gordon Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia
melakukan revolusinisasi terhadap bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja
di beberapa surat kabar dari Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan
surat kabar sendiri. Namanya ”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar
500 dollar. Percetakannya dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan
mesin cetak yang sudah tuam dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri.
Sejak itulah berita sudah mulai dipilah-pilahkan
menurut tingkat kepentingannya, tapi tidak berdasarkan kepentingan politik.
Bennet menempatkan politik di halaman editorial. Isi korannya yang meliputi
soal bisnis, pengadilan, dan kehidupan sosial masyarakat New York memang tidak
bisa dijamin keobyektifatnya, tetapi setidaknya sudah jauh berubah lebih baik
dibandingkan koran-koran sebelumnya.
Enam tahun setelah ”Herald” beredar, saingannya mulai muncul. Horace Greely
mengeluarkan koran “The New York Tribune”. Tribune pun dibaca di seluruh
Amerika. Pembacanya yang dominan adalah petani, yang tidak peduli apakah mereka
baru sempat membaca korannya setelah berminggu-minggu kemudian. Bagi orang
awam, koran ini dianggap membawa perbaikan bagi negara yang saat itu kurang
terkontrol dan penuh bisnis yang tidak teratur.
Koran besar yang ketiga pun muncul di New York di
tahun 1851, ketika Henry J. Raymond mendirikan koran dengan nama “The New York
Times”, atas bantuan mitra usahanya, George Jones. Raymond-lah yang mempunyai
gagasan untuk menerbitkan koran yang non partisan kepada pemerintah maupun
perusahaan bisnis.
Setelah serentetan perang saudara di Amerika usai,
bisnis persuratkabaran pun berkembang luar biasa. Koran-koran pun mulai muncul
di bagian negara-negara selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady
dengan koran “Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas
City Star” yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari
sebuah sebuah surat koran.
Di New York, surat kabar dianggap sebuah bisnis yang
bakal menjanjikan. Charles Dana membeli surat kabar ”Sun” dan
menyempurnakannya. Editornya, John Bogart punya cerita sendiri tentang berita.
Menurutnya ”kalau anjing menggigit manusai, itu bukan berita. Tapi kalau
manusia menggigit anjing, itu baru namanya berita”.
Pulitzer adalah yang pertama kali menerbitkan koran
mingguan, di mana isinya ditulis oleh para penulis terbaik yang pernah ada.
Setelah Pulitzer meninggal, ”New York World” malah menjadi yang terbesar di
dunia. Orang menyebut Pulitzer sebagai ”wartawannya surat kabar”.
Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai
alat propaganda politik, lalu menjadi perusahaan perseorangan yang disertai
keterkenalan dan kebesaran nama penerbitnya, dan sekarang menjadi bisnis yang
tidak segemerlap dulu lagi, bahkan dengan nama penerbit yang semakin tidak
dikenal.
Perubahan ini memberikan dampak baru. Ketika iklan
mulai menggantikan sirkulasi (penjualan langsung) sebagai sumber dana utama
bagi sebuah surat kabar, maka minat para penerbit jadi lebih identik dengan
minat para masyarakat bisnis. Ambisi persaingan untuk mendapatkan berita paling
aeal tidaklah sebesar ketika peloporan. Walaupun begitu, perang sirkulasi masih
terjadi pada tahun 1920-an, tetapi tujuan jangka panjang mereka adalah untuk
mencapai perkembnagn penghasilan dari sektor iklan. Sebagai badan usaha, yang
semakin banyak ditangani oleh para pengusaha, maka surat kabar semakin
kehilangna pamornya seperti yang dimilikinya pada abad ke-19.
Namun, surat kabar kini mendapatkan sesuatu yang lain yang lebih penting. Surat
kabar yang mapan kini tidak lagi diperalat sebagai senjata perang politik yang
saling menjatuhkan ataupun bisnis yang individualis, melainkan menjadi media
berita yang semakin obyektif, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
Kenaikan koran-koran ukuran tabloid di tahun 1920-an
yang dimulai oleh ”The New York Daily News”, memberikan suatu dimensi baru
terhadap jurnalisme. Akhirnya memang menjadi kegembiraan besar bagi kehidupan
surat kabar, terutama dalam meliput berita-berita keras. Perubahan lain yang
layak mendapat perhatian adalah timbulnya sindikasi. Berkat adanya
sindikat-sindikat, maka koran-koran kecil bisa memanjakan pembacanya dengan
materi editorial, informasi, dan hiburan. Sebab kalau tidak, koran-koran kecil
itu tentu tidak dapat mengusahakan materi-materi tersebut, lantaran biaya untuk
itu tidaklah sedikit. Sindikat adalah perusahaan yang berhubungan dengan pers
yang memperjualbelikan bahan berita, tulisan atau bahan-bahan lainuntuk
digunakan dalam penerbitan pers.
Penerbitan koran pertama di Inggris
Nathaniel Butter dianggap sebagai orang pertama yang
menciptakan surat kabar berbahasa Inggris yang terbit secara berkala pada tahun
1622. Pada tahun 1665 di Inggris, terdapat surat kabar pertama yang terbit teratur
setiap hari bernama “Oxford Gazette”. Ketika Henry Muddiman menjadi
editor, Oxford Gazette berubah nama menjadi “London Gazette”.
Henry adalah orang pertama yang menggunakan istilah “Newspaper”. The Daily
Courant pada tahun 1702 menjadi surat kabar yang memberitakan masalah politik
dan pemerintahan.
Akta
diurna
Siapa tak kenal
Julius Caesar? Ia tak hanya dikenal sebagai panglima perang ulung tetapi juga
politikus sukses, orator memesona, serta playboy nomor satu. Gaius Julius Caesar juga
seorang penulis hebat yang ikut memperkaya kesusastraan klasik melalui karya
berjudul De bello Gallico. Ia orang terpenting yang meruntuhkan
Republik Romawi. Nama Caesar pun kemudian diadopsi menjadi kaisar, kaiser, dan
czar yang merupakan sebutan hormat untuk raja. Mengingat prestasi dan perannya
dalam sejarah. tak heran jika ia menduduki tangga ke-65 dari daftar seratus
tokoh paling berpengaruh dalam sejarah versi Michael H. Hart.
Namun sayangnya,
ada satu peran Caesar yang seringkali terlupakan. Ia adalah pelopor jurnalisme
pertama di dunia. Pada tahun 59 SM, Julius Caesar membuat terobosan baru dengan
mengumumkan hasil rapat senator melalui papan pengumuman secara rutin. Papan
pengumuman itu dipasang di tempat umum agar diketahui orang banyak. Papan-papan
pengumuman itu selanjutnya disebut Acta Diurna. Acta Diurna diakui
sebagai koran generasi pertama di dunia.
Secara harfiah Acta Diurna berarti catatan harian. Karena saat
itu belum dikenal teknologi cetak dan kertas, Acta Diurnaditulis dengan cara dipahat pada batu atau
logam. Dalam keseharian warga Romawi Kuno, papan-papan pengumuman itu
seringkali disebut acta saja. Kadang Acta Diurna juga
disebut Acta Popidi atau Acta Publica.
Pendahulu Acta Diurna adalah Acta Senatus. Acta Senatus ini merupakan catatan rapat senat yang tidak
pernah dipublikasikan kepada masyarakat luas dan menjadi rahasia negara. Dengan
adanya Acta Diurna, Kerajaan Romawi ingin menerapkan prinsip
ketersediaan informasi bagi publik. Kelahiran Acta Diurna sendiri
sekaligus menjadi penanda peradaban dunia berbasis teks. Selain itu, Acta Diurna juga
bisa disebut proses pendokumentasian pertama dalam sejarah peradaban manusia.
Pada
perkembangannya, Acta Diurna juga berisi berita ringan seputar
kelahiran, kematian, dan pernikahan. Acta Diurna juga berisi peringatan militer,
peraturan-peraturan baru ataupun peringatan-peringatan untuk membayar pajak.
Tak hanya hasil rapat, dalam Acta Diurna juga dimuat hasil sidang perkara, rencana
kegiatan, serta profil pemimpin. Kendati isinya semakin beragam, papan pengumuman
ini tetaplah alat propaganda pemerintah. Pendek kata, Acta Diurna menjadi
alat komunikasi sekaligus alat propaganda yang penting di Romawi Kuno kala itu.
Setiap dua hari
sekali, informasi Acta Diurna diperbarui
dengan cara menurunkan batu atau logam dari tiang penyangga dan diganti dengan
yang baru. Salinan dari papan yang sudah diturunkan ini kemudian dikirimkan ke
pejabat provinsi sebagai arsip. Kegiatan inilah yang kemudian menjadi titik
munculnya kegiatan pengarsipan seperti yang kita kenal sekarang.
Sayang sekali
sejarah Acta Diurna harus berakhir ketika pemerintahan Romawi
dipindahkan ke Konstantinopel. Papan-papan pengumuman itu diawasi sedemikian
rupa oleh pemerintah, kondisi yang pada masa kini kita sebut sensor. Ujung
cerita, Acta Diurna tak lagi dipasang sebagai bentuk kontrol
pemerintah.
Jelas sekali
bahwa Acta
Diurna adalah alat
komunikasi massa pertama. Papan pengumuman ini sekaligus mengawali kegiatan
pengarsipan dan pendokumentasian dalam bentuk tertulis. Meski bentuk Acta Diurna masih
sederhana, tak diragukan lagi peran Julius Caesar dalam dunia jurnalistik
sangatlah besar. Jika ditilik dari definisi jurnalis yaitu mengumpulkan,
menulis, dan menyebarkan informasi, Caesar bisa disebut jurnalis pertama di
dunia. Menjadi pelopor jurnalisme dunia bukanlah peran yang begitu saja bisa
dilupakan.
Pers Pada masa Penjajahan
Jepang
Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi
alat pemerintahan Jepang dan sifat pro-Jepang. Beberapa harian yang muncul pada
masa itu, antara lain:
- Asia Raya di Jakarta.
- Sinar Baru di Semarang.
- Suara Asia di Surabaya.
- Tjahaya di Bandung.
Pers nasional masa pendudukan Jepang memang mengalami
penderitaan dan pengekangan kebebasan yang lebih daripada zaman Belanda. Namun,
ada beberapa keuntungan yang didapat oleh para wartawan atau insan pers di
indonesia yang bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain sebagai berikut:
- Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers
Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat-alat yang digunakan jauh lebih
banyak daripada masa pers zaman Belanda. Para karyawan pers mendapatkan
pengalaman banyak dalam menggunakan berbagai fasilitas tersebut.
- Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan
makin seering dan luas. Penjajah Jepang berusaha menghapus bahasa Belanda
dengan kebijakan menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai kesempatan.
Kondisi ini sangat membantuk perkembangan bahasa Indonesia yang nantinya
juga menjadi bahasa nasional.
- Adanya pengajaran untuk rakyat agar berfikir
kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber-sumber resmi Jepang.
Selain itu, kekejaman dan penderitaan yang dialami pada masa pendudukan
Jepang memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan
penjajah.
Pers Pada Masa penjajahan
Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen,
yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan
“Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah
dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan
pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari
negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak
pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian
antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian
terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di
beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.
Tujuan pendirian pers masa itu :
· Untuk
menegakkan penjajahan
· Menentang
pergerakan rakyat
· Melancarkan
perdagangan
Pers Pada zaman Orde
lama
berjalan antara
tahun 1945-1966. Pers orde lama dimulai ketika Indonesia merdeka. Wartawan
Indonesia mengambil alih percetakan-percetakan asing dan mulai menerbitkan
surat kabarnya sendiri. Tidak bertahan beberapa lama, Belanda kembali dan ingin
kembali menjajah sehingga surat kabar dalam negeri harus terasing dengan surat
kabar Belanda yang melakukan propaganda pemberitaan agar masyarakat mau kembali
kepada masa Pemerintahan Belanda. Indonesia berhasil mempertahankan
kemerdekaannya, dan memilih menjalankan demokrasi liberal. Dalam masa ini, pers
memiliki kebebasan untuk menerbitkan surat kabar sesuai dengan aliran atau
sesuai partai politik yang didukung (kurang lebih sama dengan apa yang dimiliki
pers saat ini).
Menyusul ketegangan yang terjadi dalam pemerintahan,
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian
menjadi akhir dari kebebasan pers. Dimulai dari itu, Indonesia menganut
demokrasi terpimpin. Sistem otoriter tersebut kemudian memaksa pers untuk
tunduk pada pemerintahan. Segala aktivitas dan pemberitaan yang dilakukan oleh
pers harus melalui sensor. Bahkan setiap Pers harus memperoleh SIT atau Surat
Ijin Terbit dari pemerintah.
Pemberedelan beberapa surat kabar dilakukan oleh
pemerintah setelah peringatan yang diberikan oleh menteri penerangan, Maladi.
Pemberedelan dilakukan bukan hanya kepada surat kabar asing namun juga surat
kabar dalam negeri. Pers yang ingin tetap bertahan harus mau menjadi alat pemerintah
untuk menggerakkan massa dan mengikuti kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah. Tidak hanya media pers surat kabar, bahkan media pers televisi yang
saat itu hanya ada TVRI bahkan diperalat pemerintah dan menjadi sarana
komunikasi politik yang dikuasai pemerintah. Pers yang awalnya adalah pers
perjuangkan yang melawan pemerintahan Belanda ( penjajah ) beralih menjadi pers
simpatisan yang cenderung menjadi pendukung dari partai-partai politik
tertentu.
Pers Pada Orde Baru
Pers pada masa orde baru dimulai ketika pemerintahan
Presiden Soeharto (1966-1998). Dari sistem otoriter (paham demokrasi terpimpin)
pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto membawa Indonesia kepada
sistem Demokrasi pancasila. Pers Indonesia disebut sebagai pers pancasia, yaitu
pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers
yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar
informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial
yang konstruktif.
Sama halnya dengan pemerintahan orde lama, kebebasan pers pada masa orde baru
juga terjadi beberapa waktu saja menyusul terjadinya insiden ‘Malari’ atau Lima
belas januari 1974. Pers dalam masa orde baru kehilangan identitas sebagai
media independen yang bebas berpendapat dan menyampaikan informasi. Dunia pers
dikekang dan mendapat tekanan dari segala aspek. Pers memutuskan terus
mengikuti permainan politik pada jaman itu, kemudian banyak media massa yang
mempublikasikan tulisan-tulisan berisi kritik terhadap pemerintah beserta
keburukan pemerintah, lantas pada tahun 1994 banyak media yang diberedel oleh
pemerintah. Tempo adalah majalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan
pemerintah orde baru melalui publikasi tulisan-tulisan. Pemerintah memegang
kendali seluruh aspek, terutama dalam bidang pers, bahkan tidak ada bedanya
dengan pemerintahan otoriter Presiden Soekarno. Pada masa orde baru, juga ada
SIUPP yaitu Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers ( sama halnya SIT pada
kepemimpinan Soekarno), tujuannya adalah agar pemerintah dapat mengontrol
secara penuh keberadaan media pers. Dewan pers pada masa orde baru difungsikan
oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan pemerintah dan konglmerat saja,
bukan melindungi insan pers dan masyarakat.
Pers di era orde lama dan orde baru dapat
dikategorikan ke dalam periode kedua di mana kontrol Negara terhadap pers –
meski di masa-masa awal berkuasanya rezim, hubungan harmoni masih dapat
terlihat – sangat besar sehingga mematikan dinamika pers. Setelah penyerahan
kedaulatan Jepang pada 15 Agustus 1945, wartawan Indonesia mengambil alih semua
fasilitas percetakan surat kabar dari tangan Jepang dan berupaya menerbitkan
surat kabar sendiri. Surat kabar pertama yang terbit di masa republik itu
bernama Berita Indonesia yang terbit di Jakarta sejak 6 September 1945.
Kondisi perpolitikan di Indonesia dalam tahun-tahun 1945-1958 dapat dikatakan
masih sangat panas. Pertikaian dengan Belanda ataupun Jepang belum lagi tuntas,
dan pergolakan di beberapa tempat dengan pihak Belanda ataupun Jepang yang
belum menarik diri masih terjadi. Sebagai upaya serangan balik terhadap
propaganda anti Belanda yang dilancarkan oleh surat kabar-surat kabar republik,
maka Belanda juga menerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia, diantaranya
Fadjar (Jakarta), Soeloeh Rakyat (Semarang), Pelita Rakyat (Surabaya), serta
Padjajaran dan Persatoean (Bandung). Pada masa itu, sebagian besar surat kabar
terbit dalam empat halaman, dikarenakan kurangnya pendanaan dan percetakan yang
masih minim.
Pada Desember 1948 di Indonesia telah terbit 124 surat kabar dengan total tiras
405.000 eksemplar. Tetapi pada April 1949, jumlah surat kabar berkurang menjadi
hanya 81 dengan tiras 283.000 eksemplar. Ini diakibatkan oleh Agresi Militer
Belanda Kedua yang terjadi pada Desember 1948. Sementara, jangkauan tiras
berubah dari 500 menjadi 5.000 eksemplar. Sepanjang periode ini, pers Indonesia
semakin memperkuat semangat kebangsaan, mempertajam teknik berpolemik, dan
mulai memperlihatkan peningkatan semangat partisan.
Awal
Kemerdekaan (1942-1945)
Pers di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman
jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda bersatu untuk
menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat kabar di Sumatera
dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan Sumatera Shimbun
(Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan
Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di
dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo
Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata,
G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan
lain-lain.
Penyebarluasan tentang Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia dilakukan oleh wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di
bawah pimpinan Adam Malik. Berkat usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar
di radio, maka praktisi pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia
dan dunia luar dapat mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia.
RRI (Radio Republik Indonesia) terbentuk pada
tanggal 11 September 1945 atas prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi
mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro,
Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. Pada saat berdirinya, RRI langsung
memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto,
Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.
Surat kabar Republik I yang terbit di Jakarta adalah
Nerita Indonesia, yang terbit pada tanggal 6 September 1945. Surat kabar ini
disebut pula sebagai cikal bakal Pers nasional sejak proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,
perkembangan pers republic sangat pesat, meskipun mendapat tekanan dari pihak
penguasa peralihan Jepang dan Sekutu/Inggris, dan juga adanya hambatan
distribusi.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,
di Sumatera dan sekitarnya, usaha penyebarluasan berita dilakukan mula-mula
berupa pamflet-pamflet, stensilan, sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke
daerah-daerah yang terpencil. Pusat-pusatnya ialah di Kotaraja (sekarang Banda
Aceh), Sumatera Utara di Medan dimana kantor berita cabang Sumatera juga ada di
Medan, lalu Sumatera Barat di Padang, Sumatera Selatan di Palembang. Selain
itu, di Sumatera muncul surat kabar-surat kabar kaum republik yang baru, di
samping surat surat kabar yang sudah ada berubah menjadi surat kabar Republik,
dengan nama lama atau berganti nama.
Setelah
Indonesia Merdeka (1945-1959)
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di
Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti
yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di
Ujung Pandang. Di Manado dan sekitarnya (Minahasa) tekanan dari pihak penguasa
pendudukan selalu dialami oleh kalangan pers. Di daerah terpencil, seperti
Ternate yang merupakan daerah yang pertama kali diduduki oleh tentara Sekutu,
para pejuang di kalangan pers tetap mempunyai semangat tinggi.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di
Jawa dan sekitarnya, pertumbuhan pers paling subur, bila dibandingkan dengan
daerah-daerah lain di wilayah RI ini. Hal itu disebabkan jumlah wartawan yang
lebih banyak dan juga karena pusat pemerintahan RI ada di Jawa. Pusat-pusatnya,
adalah di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Solo, dan Surabaya.
Sementara itu, para wartawan dan penerbit sepakat
untuk menyatukan barisan pers nasional, karena selain pers sebagai alat
perjuangan dan penggerak pembangunan bangsa. Kalangan pers sendiri masih harus
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi masa kini dan masa mendatang.
Untuk itulah, maka kalangan pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat
dan aspirasi mereka. Hal tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946,
dengan terbentuknya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.
Era
Reformasi
Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers,
setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat
menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya
yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi
merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini
dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara
penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral
dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan
sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai
konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan
baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers
dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan
persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.
Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers
Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan.
Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik
dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa
juga menjadi ciri baru pers Indonesia.
Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang
paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi
perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers
dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama
dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik.
Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar,
dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan memberikan berita harus
dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan
antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya
pemerintahan.
Sayangnya, berkembangnya kebebasan pers juga membawa
pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa,
yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan. Arus liberalisasi yang menerpa
pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara
atau pemuatan rubrik di media massa sangat kental dengan upaya komersialisasi.
Sosok idealisme nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini.
Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini,
eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk
menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.
Referensi
https://elisabetyas.wordpress.com